By T. Kopiholic
- Saya memperhakan, sudah beberapa kali Pak Joeliardi mengisyaratkan tentang potensi adanya supercycle commodities. Siklus komoditas biasanya berlangsung dalam rentang waktu 5-7 tahun sekali. Hal seperti ini terus berulang dengan pola yang bisa “dihafalkan”. Terlebih bagi para investor senior yangtelah makan asam garam market. Terjadinya lonjakan dan time gap antara supply-demand menjadikan harga komoditas naik-turun bak roll-coaster. Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana di tahun kemarin, efek dari covid-19, oil sampai dihargai minus. Jadi ketika beli malah dibayar, bukannya membayar. Coal sempat pula menyentuh angka 49USD. Naik-turun yang drastis inilah yang bisa menyebabkan seseorang kaya mendadak ketika reversal, ataukah dia hanya akan mengenakan celana kolor bila “salah waktu” entry-nya.
- Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, juga dengan berjalannya program vaksinasi, roda ekonomi dunia mulai berjalan. Dan tak lupa pula gelontoran stimulus, mengakibatkan membanjirnya uang di market. Dengan kata lain bahwa nilai uang kertas turun. Ke mana larinya uang akibat derasnya stimulus tersebut? Komoditas, property dan tentu stock, demikian yang disampaikan oleh beliau.
- Pada umumnya suatu perusahaan dikatakan murah apabila price to earning ratio (PER)-nya rendah. Semakin rendah semakin baik. Namun pada cyclical company, perlu adanya sedikit trick. Tak serta mertabisa ditelan mentah rasio tersebut. Seperti kita tahu akibat naik-turun pada sisi earning, mengakibatkan kita kurang bisa mengandalkan sisi earning dalam proyeksi perhitungan valuasinya. Keka peak season komoditas, tentunya angka earning tinggi. Apa akibatnya? Rao PER menjadi tampak “murah”. Kalau kita membeli suatu emiten cyclical, di saat PER rendah, dan siklus komoditas sedang berada di puncaknya, maka jangan kaget. Itu hanya urusan waktu untuk kemudian harga menukik tajam ke bawah. Penurunan harga sampai 70% bukan suatu hal yang aneh.Untuk merasakan bagaimana magnitude-nya, bisa Anda bayangkan, keka mempunyai uang 100jt, dan tiba tiba ketika lihat saldo rekening, hanya tersisa 30jt.
- Kapan belinya?Untuk memutuskan membeli saham, saya sering menggunakan metrik Enterprise Value (EV) disandingkan dengan EBIT ketimbang memakai metrik Price to Earning Rao (PER). Kenapa? Karena EV lebih mencerminkan gambaran secara utuh struktur permodalan suatu perusahaan. Bisa jadi dua perusahaan memiliki PER yang sama, tapi EV-nya berbeda, dikarenakan salah satunya memiliki hutang berbunga sedangkan yang satunya dak mempunyai hutang. Berapa EV/EBIT yang dianggap baik? Jawabannya bisa bermacam-macam, sebagaimana ketika ditanyakan tentang PER yang baik. Yang perlu diperhatikan bahwasanya EV/EBIT adalah menunjukkan berapa lama hasil investasi kita balik modal dari usaha yang dijalankan. Secara umum, semakin kecil angka EV/EBIT maka semakin menarik.Cyclical companyApakah pendekatan EV/EBIT bisa dipakai pada perusahaan komoditas? Bisa, tapi perlu memperhakan satu faktor lainnya. Apa itu? Yaitu, sedang berada di posisi mana dia dalam siklusnya.
- Seperti kita tahu, perusahaan komoditas, angka earning-nya tidak bisa stabil. Selalu naik turun sesuai dengan siklus yang sedang dihadapinya. Bila komoditas sedang berada di harga ternggi, maka earning-pun tinggi. Demikian pula sebaliknya.Jika kita silau oleh angka EV/EBIT yang rendah, dan saat itu perusahaan sedang berada di titik siklus tertingginya, kemudian kita memutuskan untuk berinvestasi di titik tersebut, yang dilanjutkan dengan komoditas memasuki siklus berikutnya (turun), maka akan Anda saksikan harga terjun bebas dalam waktu singkat. Seabagai contohnya bisa Anda lihat di tahun kemarin, bagaimana harga oil dan coal terjun bebas, yang diikuti penurunan harga saham semisal ELSA, PTBA, ADRO dkk. Dengan demikian, yang ideal sebenarnya adalah ketika angka EV/EBIT yang rendah dan harga komoditas yang dihasilkan perusahaan tersebut juga sedang berada di titik terendahnya. Hal seperti ini jarang terjadi. Tapi bila kita menjumpainya, manfaatkan dengan sebaik-baiknya.Kalaupun toh kemungkinan yang lebih “masuk akal” (dikarenakan kombinasi EV/EBIT rendah, harga komoditas rendah jarang terjadi), saya pribadi biasanya berkompromi. EV/EBIT dak mengapa agak tinggii, toh memang perusahaan sedang berada di siklus komoditas yang rendah. Keka harga komoditas berbalik arah, harga saham akan mengikuti.Dan jangan lupa selalu perhatikan nilai intrisik perusahaan tersebut. Sehingga kalau kita menunggu dalam waktu agak lama (dikarenakan harga komoditas yang tidak segera berbalik arah), sedaknya masih bisa tidur nyenyak di malam hari
- .O ya, catatan-catatan saya yang kebetulan bisa tampil di web JSP, bukanlah suatu bentuk pengajaran dari saya. Sama sekali tidak demikian. Saya newbie di dunia pasar modal ini. Catatan-catatan ini lebih kepada catatan pribadi perjalanan investasi saya, sebuah proses belajar terus-menerus yang bisa jadi akan banyak kesalahan yang saya alami ke depannya. Bisa jadi pula pandangan saya berbeda dengan rekan-rekan. Maka saran, kiritik, masukan dan diskusi, yang disampaikan di kolom komentar atau melalui akun IG, akan semakin menambah wawasan saya. Akan selalu saya terima dengan senang ha.
- Happy investing