By Thomas William
Tujuan dari membangun sebuah perusahaan tentulah mencari profit. Kenapa orang lebih suka membangun bisnis dibandingkan menabung? Tentu saja karena mereka memiliki harapan untuk bisa menghasilkan return lebih cepat dibandingkan sekedar menabung di bank.
Membangun perusahaan tentu membutuhkan modal, baik itu dari uang yang mereka miliki ataupun dari hutang.
Jika return dari deposito bank hanya sebesar 3% – 6% maka tentu akan menjadi menarik jika anda memiliki usaha yang menghasilkan return lebih besar daripada itu.
Value stock adalah sebuah saham dari perusahaan yang memberikan return kepada investornya besar dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan untuk membeli perusahaan tersebut.
Misalkan anda membangun sebuah perusahaan dengan modal 100 juta rupiah, tetapi setiap tahunnya perusahaan itu bisa memberikan laba bersih 30 juta rupiah atau 30% dari modal yang anda keluarkan, maka itu adalah sebuah bisnis yang menarik. Mencari value stock adalah bagaimana mencari perusahaan yang bisa memberikan return laba yang baik dari modal yang kita keluarkan.
Kelemahan Ratio Valuasi Populer
Sebelumnya saya harus minta maaf terlebih dahulu untuk mengeluarkan statement ini. Jika ada orang yang mengajari anda untuk membeli saham HANYA berdasarkan PER (Price to Earning Ratio) ataupun PBV (Price to Book Value) rendah maka hal ini tidak salah tapi menyesatkan. Sebuah ajaran yang merusak reputasi value investing, karena konsep ini akan membuat banyak orang nyangkut di perusahaan murahan alih alih perusahaan murah.
Kelemahan PER (Price to Earning Ratio)
Mari saya jelaskan kelemahan dari PER terlebih dahulu. PER memiliki rumus untuk membandingkan laba bersih perusahaan dengan harga kapitalisasi suatu emiten (market capitalization). Maka tidak heran jika seseorang membeli sebuah perusahaan dengan market cap yang murah tanpa melihat Kualitas hutang sebuah perusahaan.
Begitu juga saldo pendapatan adalah sebuah saldo yang paling gampang untuk dimainkan didalam laporan keuangan. Cara untuk meningkatkan laba perusahaan paling gampang adalah buat saja tagihan yang banyak tapi bilang kepada pelanggan anda, nanti kamu bayar pas sudah laku saja. Hal ini adalah contoh praktek paling umum digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan pendapatan. Bahkan bank besar pun bisa jebol ketika kecolongan memberikan kredit besar kepada sebuah perusahaan yang menggunakan praktek ini.
Membandingkan hanya berdasarkan market cap, membuat anda menjadi luput untuk memperhatikan Kualitas akun asset. Anda bisa jadi mendapatkan perusahaan dengan saldo aset luar biasa indah seperti perusahaan penjual pulsa yang hype di tahun lalu. Tetapi dari saldo asset yang begitu besar ternyata mayoritas adalah saldo persediaan ataupun piutang yang luar biasa besar. Bayangkan saja total 2 saldo akun tersebut mencapai lebih dari 70% total asset yang dimiliki perusahaan tersebut. Sehingga ketika akhirnya perusahaan dengan current ratio begitu cantik ini tidak mampu bayar hutang saya tidak kaget.
Market cap juga tidak melihat Kualitas hutang yang dimiliki oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang saya temui memiliki PER rendah memang memiliki saldo hutang yang luar biasa besar. Anda jangan – jangan memang membeli perusahaan murahan alih-alih perusahaan murah.
Berinvestasi pada perusahaan murah dan perusahaan murahan memiliki perbedaan nasib bumi langit untuk return investasi anda.
Kelemahan PBV (Price to Book Value)
Ratio berikutnya yang paling popular adalah PBV. PBV adalah membandingkan market capitalization dengan nilai buku (book value) perusahaan. Sesuai ilmu akuntansi yang kita pelajari dari bangku sekolah:
Asset = Utang + Modal
Ini berarti modal (book value) adalah total asset yang sudah dikurangi dengan total hutang perusahaan.
Diatas saya sudah menjelaskan masalah dari hanya melihat market capitalization dimana market capitalization itu sendiri bisa membuat anda tersesat.
Sekarang mari kita bahas kelemahan dari saldo nilai buku. Nilai buku merupakan asset dikurangi dengan modal. Ada suatu permasalahan besar pada kelompok asset, seperti halnya saya ketika bahas singkat tentang perusahaan penjual voucher pulsa yang memiliki saldo persediaan dan piutang yang besar.
Pada kelompok asset tetap juga sesuatu yang sebenarnya perlu kita kritisi dalam melihat. Saya sempat melihat ada sebuah emiten asset play dengan saldo fixed asset yang begitu menggiurkan. Akan tetapi ketika dicek saldo fixed asset tersebut dihasilkan dari patent aplikasi yang mereka kembangkan. Sebagai pelaku industry IT, saya langsung garuk – garuk kepala melihat nilai patent fixed asset yang begitu besar untuk sebuah aplikasi yang termasuk sederhana di mata saya.
Hanya melihat perusahaan berdasarkan book value akan membuat anda mudah terkena trap seperti itu. Anda mendapatkan perusahaan dengan nilai buku yang dianggap besar padahal tidak logis.
Jadi apakah PER dan PBV tidak berguna?
Saya tidak pernah mengeluarkan statement bahwa PER dan PBV tidak berguna. Silahkan baca lagi dari atas, silahkan cubit say ajika anda menemukan statement saya bilang bahwa PER dan PBV tidak berguna.
Saya bilang membeli suatu emiten hanya berdasarkan PER dan PBV murah itu adalah suatu nasihat yang sering menyesatkan. Seperti penjelasan diatas.
Saya pribadi menggunakan PER dan PBV untuk kebutuhan screening saham. Tetapi hanya untuk screening saham dan tidak untuk menjadi penentu keputusan saya mengambil keputusan dalam membeli suatu perusahaan.
Membeli perusahaan secara analisa fundamental tentu tidaklah semudah hanya melihat perusahaan yang memiliki PER dan PBV rendah saja. Jika anda membeli hanya berdasarkan PER dan PBV rendah saja, saya takutnya anda membeli perusahaan murahan dan bukan perusahaan di harga murah.
Enterprise Value – Ratio Valuasi Paling Logis
Enterprise value memiliki rumus sebagai berikut:
Enterpise value = market cap + total debts – cash
Saya menyukai EV (Enterprise Value) karena memperhitungkan saldo kas dan total hutang. Hutang adalah sesuatu yang wajib dilunasi oleh perusahaan. Kas adalah saldo yang paling sulit untuk diakali didalam laporan keuangan. Tidak seperti aset tetap yang nilainya dapat dipercantik, saldo kas nilainya harus tertera sesuai saldo yang ada di rekening bank.
Perusahaan yang memiliki market cap besar belum tentu memiliki enterprise value yang besar juga. Kita bisa ambil contoh HRUM di tahun 2020 lalu, Enterprise value emiten ini hamper bersaldo nol rupiah. Ini berarti anda membeli perusahaan ini hamper bernilai nol alias gratis.
Pada pengembangannya kita dapat membandingkan enterprise value ini dengan EBITDA, CFO (Cashflow from Operations) ataupun FCF (Free Cashflow) untuk menilai emiten itu murah atau tidak.
Cara penggunaannya hamper mirip dengan PER. Semakin kecil perbandingan EV dengan EBITDA / CFO / FCF maka emiten itu memiliki valuasi yang menarik. Mari kita coba simulasikan beberapa scenario dengan kondisi saat ini.
BNGA – Balik Modal tidak sampai 2 tahun CFO/FCF
Mari kita lihat data BNGA
- Market Cap = 24.8 Triliun
- Cash – 3.3 Miliar
- Total Debt – 1.8T Triliun
- Enterprise Value – 23.3 Triliun
- Enterprise value = Market cap (24.8 Triliun) + Total Debt (1.8 Triliun) – cash (3.3 miliar) = 23.3 Triliun
- Perusahaan ini memiliki CFO (Cashflow operations) yang merupakan surplus/minus penerimaan uang kas dari operasi bisnisnya sebesar 21 Triliun rupiah.
- Sehingga jika kita gunakan ratio EV to CFO maka kita akan mendapatkan nilai 1.1X. Dalam waktu 1.1 tahun anda mendapatkan CFO yang bisa melunasi enterprise value perusahaan ini.
- Perusahaan ini memiliki FCF (Free Cash Flow) yang merupakan CFO yang sudah dikurangkan dengan belanja modal (CAPEX) sebesar 20 Triliun rupiah.
- Sehingga jika kita gunakan ratio EV to FCF maka kita akan mendapatkan nilai 1.1X juga.
- Emiten ini juga rutin membagikan dividen, terakhir memberikan dividend yield hamper 5%.
Jadi mari kita buat rangkuman data laporan keuangan ini dalam bentuk narasi sebagai berikut:
Apa yang anda dapatkan dengan membayar BNGA senilai 24.8 Triliun rupiah? Anda akan mendapatkan sebuah emiten yang bisa menghasilkan surplus penerimaan kas dari aktifitas operasinya dalam waktu Cuma 1.1 tahun saja. Sudah itu emiten ini rutin membagikan dividen kepada anda setiap tahunnya.
Apakah kalimat diatas membuat anda berpikir bahwa anda yakin bisa untung jika berinvestasi pada emiten seperti ini? Kalau saya sih jika ada yang menawarkan perusahaan seperti ini pada saya, maka saya akan bilang gila u ndro, mana ada orang bodoh mau jual perusahaan semurah ini.
Ini adalah contoh baru beli sudah untung untuk saham dengan kategori value stock.